JAKARTA, Radio Bharata Online – Rusia dilaporkan resmi resesi. Ini terjadi pasca sembilan bulan negeri itu melancarkan serangan ke Ukraina.
Resesi secara umum diartikan sebagai melemahnya ekonomi dua kuartal berturut-turut atau lebih, dalam satu tahun. Produk Domestik Bruto (PDB) Rusia dilaporkan mengalami kontraksi alias minus 4% di kuartal III (Q3) 2022.
Ini mengikuti penyusutan yang terjadi di kuartal dua lalu. Namun data terbaru ini lebih baik dari perkiraan ekonom, yang menyebutkan output ekonomi Juli-September kontraksi 4,5%.
Menurut AFP, mengutip badan statistik national Rosstat, kontraksi didorong penurunan perdagangan grosir sebesar 22,6%, dan penurunan perdagangan ritel sebesar 9,1 %.
Memang konstruksi tumbuh 6,7%, dan pertanian 6,2%. Namun perekonomian Rusia telah berjuang di bawah banyak masalah.
Sanksi Barat telah membatasi ekspor dan impor, termasuk komponen manufaktur utama dan suku cadang. Perusahaan-perusahaan juga menderita kekurangan staf, karena wajib militer yang diluncurkan Presiden Vladimir Putin ke Ukraina, dengan aturan "mobilisasi parsial".
Meskipun ekonomi berkontraksi, tingkat pengangguran Rusia mencapai 3,9% pada September.
Ekonomi Rusia menjadi semakin bergantung pada ekspor energi, yang menyumbang sekitar 40% dari pendapatan pemerintah federal.
Sementara itu, menurut kantor Boris Titov, komisaris presiden untuk pengusaha, sekitar sepertiga dari 5.800 perusahaan Rusia yang disurvei baru-baru ini, mengalami penurunan penjualan dalam beberapa bulan terakhir.
Mobilisasi parsial Putin berdampak pada sepertiga perusahaan.
Sebelumnya, pada 8 November, bank sentral memperkirakan PDB akan berkontraksi sebesar 3,5% tahun ini. IMF dan Bank Dunia (World Bank) masing-masing memperkirakan penurunan PDB Rusia sebesar 3,4% dan 4,5%. (The Moscow Times)