Beijing, Radio Bharata Online - Mengenakan pakaian tradisional Tiongkok yang rumit dan mewah dari Dinasti Tang (618-907), para penonton bioskop menghadiri acara khusus bertema Hanfu yang menandai pemutaran perdana film Tiongkok "The Lychee Road" di Beijing pada hari Jumat (18/7) lalu.
Diselenggarakan di bioskop lokal, acara itu menampilkan para penonton yang mengenakan pakaian tradisional mayoritas suku Han Tiongkok untuk merayakan pemutaran perdana film tersebut, yang berlatar era Tianbao dari Dinasti Tang -- salah satu periode paling penting dan makmur dalam sejarah Tiongkok.
Hanfu adalah sistem pakaian tradisional orang Han -- kelompok etnis dominan di Tiongkok. Sistem ini memiliki delapan karakteristik yang berbeda, dan sejarahnya berawal dari 4.000 tahun yang lalu.
"The Lychee Road" adalah film komedi yang disutradarai oleh Da Peng dan diadaptasi dari novel populer berjudul sama karya penulis Tiongkok ternama, Ma Boyong.
Kisah ini mengisahkan Li Shande (diperankan oleh Da Peng), seorang pejabat rendahan Dinasti Tang paruh baya, yang mengemban misi yang nyaris mustahil, yaitu mengangkut sekantong leci - yang berharga namun terkenal cepat busuk - dalam perjalanan melelahkan sejauh 2.500 km dari Lingnan di Tiongkok selatan ke ibu kota, Chang'an.
Alur ceritanya mengupas kelicikan dan pengkhianatan lanskap politik, sementara perjalanan itu sendiri sarat dengan bahaya dan tantangan. Kecerdikan Li yang nekat dalam melawan segala rintangan menjadi satir tajam tentang absurditas birokrasi.
Terlepas dari alur cerita dan nuansanya, "Jalan Leci" dengan tepat menggambarkan perkembangan pakaian Hanfu yang ditandai dengan desain yang rumit dan material yang mewah, dengan etos desain keseluruhan yang mencerminkan semangat keterbukaan dan kebebasan artistik pada masa Dinasti Tang.
Para hadirin di acara tersebut terdiri dari penggemar Hanfu Tiongkok dan mancanegara, termasuk seorang mahasiswa Jerman yang saat ini sedang kuliah di sebuah universitas di Tiongkok.
"Hari ini saya di sini bersama klub Hanfu dan pakaian saya terinspirasi oleh Yang Guifei," ujarnya, merujuk pada permaisuri Kaisar Xuanzong - kaisar ketujuh Dinasti Tang - dalam film tersebut.
"Pakaian saya, beserta riasan wajah saya, merepresentasikan tampilan yang sangat tradisional dari Dinasti Tang," ujar seorang perempuan muda Tiongkok.
"Menonton film sambil mengenakan pakaian ini memberi saya pengalaman yang begitu mendalam sehingga saya merasa seolah-olah menjadi bagian dari ceritanya juga, bergabung dengan para karakter dalam perjalanan mereka mengangkut leci," ungkap seorang penonton perempuan lainnya.
Acara hari Jumat (18/7) lalu tersebut juga turut menampilkan kegiatan temu sapa antara Ma dan para penggemarnya.
Seorang penggemar mengatakan ia cukup terkesan dengan adaptasi buku ke layar lebar ini setelah menonton film berdurasi dua jam tersebut.
"Sebagai penggemar novel ini, saya sangat terkejut karena film ini telah menangkap esensi buku dan menampilkan beberapa adegan ikonik yang penggambarannya hampir 100 persen sesuai dengan materi sumbernya," ujarnya.